Welcome To e-IdStudent Blog

e-IdStudent Blog merupakan salah satu media dalam bidang ilmu pengetahuan, wawasan serta informasi terkini. Blog ini dikhususkan untuk seluruh lapisan masyarakat. Semoga terdapat banyak hal yang bisa Anda dapatkan di Blog ini.

Rabu, 23 Januari 2008

Ilmuwan menemukan tanda-tanda adanya air di luar tata surya

LONDON – Para astronom hari Rabu 11 Juli 2007 mengatakan mereka telah menemukan bukti terbaik adanya air di luar sistim tata surya kita disebuah planet raksasa yang berjarak 60 tahun cahaya dari bumi.

Dalam laporannya di jurnal ilmu pengetahuan Natura, para peneliti mengatakan planet itu sendiri, HD 189733b, nampaknya tidak berpenghuni tetapi bukti-bukti mendukung untuk penelitian adanya kehidupan ditata surya lain.
“Kita tergerak untuk melakukan identifikasi tanda-tanda yang jelas adanya air di sebuah planet yang jauhnya triliyunan mil.” Giovanna Tinetti, seorang staf dari European Space Agency di the Institute d'Astrophysique de Paris, yang memimpin studi tersebut, mengutip pengunuman hasil studinya.

Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh seberkas cahaya dalam satu tahun dengan kecepatan 186.000 mil per detik (300.000 km per detik), atau mendekati 6 trilyun mil.

Bulan dari bumi (yang nampak kalau malam itu) Cuma berjarak 1,3 detik cahaya. “Walaupun HD 189733b jauh dari tempat kehidupan, dan sebenarnya menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat, penemuan kami menunjukkan bahwa air disana lebih masuk akal dibanding yang kita pikirkan sebelumnya, dan metode kita dapat digunakan pada masa yang akan datang untuk mempelajari lingkungan kehidupan yang lebih bersahabat,” kata Tinetti.


Dari pengamatan, planet menampakkan orbit sebuah bintang dalam kumpulan (rasi) Vulpecula, muncul lebih besar pada riak gelombang yang bersesuaian dengan air, memunculkan dugaan adanya benda (substansi) di atmosfer.

“Kami menemukan bahwa penyerapan oleh uap air adalah paling memungkinkan terjadinya ketergantungan riak gelombang yang bervariasi dalam radius yang efektif dari planet pada gelombang inframerah,” jelas para peneliti.

HD 189733 b diketahui sebagai sebuah planet “Jupiter yang panas” – seperti gas planet Jupiter dalam sistim tata surya tetapi jauh lebih panas.

Penemuan ini bertentangan dengan studi yang mendahuluinya yang tidak menunjukkan adanya air, kata Heather Knutson, seorang ahli astronomi di Harvard University yang melakukan peninjauan ulang pada penemuan permasalahan yang sama dari alam semesta yang telah dilakukan sebelumnya.

“Walaupun begitu, studi lebih awal melihat pada kecepatan cahaya di siang hari dari planet sementara penelitian terakhir menggunakan metode yang berbeda yaitu mengukur kecepatan cahaya diluar sisi-sisi planet atmosfer,” kata Knutson.

Diduga mungkin ada sesuatu yang tersembunyi berkenaan tanda-tanda adanya air pada pengukuran yang dilakukan sebelumnya, katanya lebih lanjut.

“Dikemudian hari kita dapat melakukan evaluasi pada planet-planet yang lain yang mungkin dapat mendukung adanya kehidupan dan air di lapisan atmosfernya,” kata Knutson dalam wawancara lewat telepon.


Selasa, 22 Januari 2008

Lapisan Atmosfir / Atmosfer Bumi

Atmosfir bumi adalah lapisan udara yang mengelilingi atau menyelubungi bumi yang bersama-sama dengan bumi melakukan rotasi dan berevolusi mengelilingi matahari. Udara yang terkandung dalam atmosfir merupakan campuran dan kombinasi dari gas, debu dan uap air. Atmosfir berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap radiasi dan sinar ultraviolet yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk bumi lainnya.

Kandungan dalam lapisan atmosfir bumi
- Nitrogen 78,17%
- Oksigen 20,97%
- Argon 0,98%
- Karbon dioksida 0,04%
- Sisanya adalah zat lain seperti kripton, neon, xenon, helium, higrom dan ozon.

Lapisan-lapisan atmosfer bumi terdiri dari :

1. Troposfer / TroposfirKetinggian troposfer : 0 - 15 kmSuhu lapisan troposfir : 17 - -52 derajat celciusKurang lebih 80% gas atmosfer berada pada bagian ini

2. Stratosfer / StratosfirKetinggian stratosfer : 15 - 40 kmSuhu lapisan stratosfer : -57 derajat celciusLapisan ozon yang memblokir atau menahan sinar ultraviolet berada pada lapisan ini.

3. Mesosfer / MesosfirKetebalan Mesosfer : 45 - 75 kmSuhu lapisan stratosfer : -140 derajat celciusSuhu yang sangat rendah dan dingin dapat menyebabkan awan noctilucent yang terdiri atas kristal-kristal es

4. Thermosfer / ThermosfirKetebalan themosfer : 75 - 100 kmSuhu lapisan stratosfer : 80 derajat celcius

5. Ionosfer / IonosfirKetebalan ionosfer : 50 - 100 kmAdalah lapisan yang bersifat memantulkan gelombang radio. Karena ada penyerapan radiasi dan sinar ultra violet maka menyebabkan timbul lapisan bermuatan listrik yang suhunya menjadi tinggi

6. Eksosfer / EksosfirKetebalan eksosfer : 500 - 700 kmSuhu lapisan stratosfer : -57 derajat celciusTidak memiliki tekanan udara yaitu sebesar 0 cmHg

Senin, 21 Januari 2008

Aura, Proyek NASA Selamatkan Atmosfir

Udara disekitar kita nampak berlimpah dari darat. Tapi dari luar angkasa, langit biru kita hanya nampak sebagai perisai tipis disekitar planet kita. Atmosfir kita lemah, tapi, merupakan penyelamat. Tanpa atmosfir, bumi akan membeku, tanpa kehidupan dan dihancurkan oleh radiasi kosmik.

Oleh karena itulah, maka kita harus menyelamatkannya. Baru-baru ini diluncurkan satelit yang akan memancarkan informasi yang akan membantu kita melakukannya. Sejak Juli satelit itu sudah mengorbit untuk memonitor ozon, perubahan iklim dan kualitas udara.

Satelit Aura NASA telah menghasilkan pengukuran langsungnya yang pertama terhadap lapisan troposfir, terhadap ozon dari luar angkasa, termasuk bahan kimia yang membuat "ozon jahat" di darat, dan bahan kimia yang membuat penumpukan ozon di daerah tropis. Laporan itu juga mengikutsertakan gambar-gambar baru mengenai lubang ozon di atas Antartika.

Dengan gambar resolusi tinggi bewarna, dan sedikit animasi, ilmuwan dapat melihat reaksi kimia dalam atmosfir setiap hari, misalnya pengubahan klorin menjadi bentuknya yang berbahaya yang mengancam ozon stratosfir. Hal ini adalah pertama kalinya kondisi gas langka yang terus-menerus berputar di angkasa dan melindungi kehidupan dibawahnya dapat diamati, berikut juga dengan reaksi kimia yang mengancam keberadaannya.

"Hasil kami bahkan melebihi harapan kami yang paling liarpun," kata Phil DeCola, Ilmuwan Program NASA Aura, yang melaporkan di Rapat American Geophysical Union (AGU) di San Francisco. Ia mengatakan bahwa pemandangan atmosfir dari luar angkasa merupakan hal yang penting untuk dipelajari dinamika dan komposisinya.

Pengukuran kualitas udara belakangan ini masih terbatas hanya pada instrumen pengukuran yang kurang sensitif dari darat. "Anda akan membutuhkan jutaan, mungkin juga milyaran sensor di permukaan darat untuk dapat mengetahui informasi ini," katanya. Ilmuwan mengatakan bahwa Aura akan memberikan informasi mengenai kondisi kepilihan lapisan ozon.
Aura juga akan memberitahu apakah protokol seperti Montreal Protocol yang ditujukan untuk mengurangi penggunaan bahan yang merusak ozon berhasil atau tidak. Aura memonitor ozon baik di stratosfer yang melindungi kita dari radiasi ultraviolet, dan juga ozon jahat yang bersifat racun dibawahnya, dalam udara yang kita hirup, jelas Mark Schoeberl, ilmuwan Aura Project.
"Ozon dapat menyerang jaringan paru-paru anda dan membuat anda sangat sakit. Maka kami tertarik mengenai polusi udara, yang salah satu komponennya adalah ozon. Hal ini adalah isu yang sangat kritis bagi lingkungan urban kota besar," katanya. Asap kendaraan, pelarut kimia, dan emisi industri dapat mengakibatkan ozon jahat.


Satelit juga akan memonitor efek perubahan iklim terhadap susunan gas atmosfer dan partikel aerosol. Aerosol menambahkan elemen tertentu yang menyebabkan perubahan tidak menentu pada perubahan cuaca karena mereka sangat mudah merubah efek yang muncul - baik dalam menyerap maupun memantulkan panas, tergantung pada tipe dan dan letak mereka dalam lapisan atmosfir.

Kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan cuaca sangat tidak jelas. Ketika lubang ozon di Antartika terlihat semakin menutup, perubahan iklim dapat membuat lubang baru di Kutub Utara. Masih terdapat klorin dalam jumlah tujuh kali lipat dari jumlah normalnya di atmosfir, sisa dari klorofluorokarbon (CFC) dari beberapa dekade lalu.

Demikian menurut Joe Waters, penyelidik utama NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL). Diperkirakan akan dibutuhkan 30 tahun untuk membersihkan atmosfir dari klorin. Disaat bersamaan, pendinginan lapisan stratosfir akan menyebabkan perubahan iklim, yang akan menyebabkan timbulnya es, yang akan mengibah klorin kedalam bentuknya yang berbahaya.
"Jadi salah satu dari sekian hal yang kami amati, terutama di Arktik, yang merupakan tempat paling parah perusakan ozonnya, adalah apakah jumlah perusakan ozon akan berkurang atau bertambah di tahun-tahun mendatang," kata Dr. Waters. "Sepanjang dekade mendatang akan terjadi balapan yang sangat menarik."


Dr Schoeberl berkata bahwa hasil awal deteksi dari Aura menunjukkan adanya ozon troposfer yang masih tinggi di daerah tropis, tetapi tanpa peningkatan tingkat karbon monoksida yang biasanya dikaitkan dengan penggunaan bahan bakar biomassa, sumber yang sangat mungkin. "Lalu, darimanakan ozon ini berasal? Hal ini masih sangat misterius mengenai penyebab level ozon yang tinggi ini."

Ilmuwan berkata bahwa mereka sangat puas dengan unjuk kerja Aura, walaupun pernah ada laporan mengenai gangguan pada apertur pada High Resolution Dynamics Limb Sounder (HIRDLS), yang muncul akibat sekeping plastik yang mungkin terlepas pada saat take-off. Ilmuwan berkata mereka mengharapkan untuk dapat membersikan lensanya.

Keempat instrument pemonitor ozon yang sangat sensitif, yang juga dapat menjejak adanya bahan kimia tertentu menurut panjang gelombang atau frekuensi mereka. "Persis seperti jika anda mengatur agar radio anda menangkap siaran stasiun tertentu," kata Dr Waters. "Kami membangun radio canggih ini, dan kamu atur supaya pas dengan molekul tertentu."

Misalnya Microwave Limb Sounder (MLS) menggunakan microwave untuk menjejak klorin yang aman atau yang dapat merusak ozon. Tropospheric Emission Spectrometer (TES) akan memindai molekul yang ditangkap dalam daerah infra merah, misalnya nitrogen dioxida, yang dihasilkan oleh mobil dan truk, yang mengindikasikan adanya ozon jahat dilapisan bawah atmosfir.

Ozone Monitoring Instrument (OMI) mendeteksi adanya bahan kimia yang kasat mata dan yang nampak di bagian sprektrum ultraviolet, sedangkan HIRDLS memonitor di spektrum infra merah. Dengan keempat instrument menyapu langit dalam jangkauan spektrum elektromagnetik yang berbeda. "Sangat sulit bagi suatu benda untuk lolos dari deteksi kami," kata Dr Schoeberl. Dalam sekitar 90 menit Aura akan menyelesaikan satu orbitnya.

Satelit ini dapat menentukan jumlah molekul kunci di atmosfir dan menyajikannya dalam peta global dalam satu hari. "Semua instrumen ini bekerja bersama seperti instrumen dalam simfoni untuk menunjukkan gambaran lengkapnya kepada kami." Kata Dr Waters. Gambaran global itu sangat penting. Polusi tidak mempedulikan batas antar bangsa.

Arus atmosfer akan membawa partikel aerosol, atau molekul gas, dan membawanya kedalam stratosfer, dan mengirimkannya berkelana kepenjuru dunia. "Jika anda menghasilkan molekul CO2 ketika bernapas," kata Dr DeCola. "Dan dalam waktu dua minggu, seseorang dapat menghirup molekil CO2 itu di Beijing, padahal anda menghembuskan CO2 itu di New York."
Ilmuwan percaya bahwa Aura dapat merevolusi cara memonitor kualitas udara dengan cara yang sama seperti satelit cuaca menerbitkan ramalan cuaca pada 1960 dan 1970an. "Kami meramalkan cuaca, tapi kami tidak dapat meramalkan cuaca," katanya. "Tapi semoga, kami dapat meramalkan kualitas udara, dan juga mengubahnya."

Minggu, 20 Januari 2008

Struktur dalaman dan plet tektonik

Struktur dalaman

Kajian keatas aktiviti seismos dan gempa bumi membolehkan kita menyiasat dengan lebih terperinci struktur dalaman planet kita. Gemparan bumi yang dapat dikesani dibeberapa kedudukan di Bumi membolehkan kita menjangka arah pergerakan gelombang seismos tersebut. Arah pergerakan ini bergantung kepada jenis bahan yang ditemui. Ini dapat mendedahkan struktur dalaman Bumi. Satu lagi cara mengkaji struktur ini ialah dengan menggunakan analisis keatas pinggiran gunung berapi yang mendedahkan campuran kimia yang terdapat didalam lapisan dalaman Bumi.

Cara kajian seperti ini mendedahkan bahawa Bumi adalah terdiri daripada tiga lapisan yang berbeza terutamanya dari segi campuran kimia. Lapisan pertama yang meliputi Bumi mempunyai ketebalan yang agak nipis. Di dasar laut lapisan ini mempunyai ketebalan berpuluhan km manakala di benua pula ia lebih-kurang berketebalan 40 km. Lapisan ini terdiri daripada batuan sedimen, granit dan basalt. Bahan-bahan ini bercampur akibat pengaruh aktiviti geologi Bumi yang kuat. Dibawah lapisan ini terdapat satu lapisan pejal yang berketebalan 3000 km. Ia terdiri daripada enapan silika yang kaya dengan besi dan magnesium. Lapisan terahkir sekali ialah teras Bumi yang terbentuk terutamanya dari besi dan sedikit nikel. Sebenarnya, teras Bumi sendiri adalah terdiri daripada dua bahagian, bahagian luar teras yang cair dan bahagian pusat yang pejal. Di pusat Bumi, suhu mencapai tahap 5000 darjat Celcius dan tekanan pula mencapai tahap berjuta kali ganda tekanan di permukaan Bumi.

Plet tektonik

Satu daripada ciri-ciri keistimewaan Bumi ialah keujudan plet tektoniknya. Kerak dan bahagian luar membentuk lapisan yang mempunyai ketebalan berpuluhan km. Lapisan ini dipanggil Litosfera yang terkenal melalui kekerasannya. Di bawah lapisan ini terdapat pula lapisan Astenosfera, yang kurang keras dan membolehkan lapisan Litosfera di atasnya bergerak secara perlahan. Litosfera terbahagi kepada beberapa plet dimana setiap satunya boleh bergerak dan bergelingsir di atas lapisan Astenosfera.

Plet-plet ini bergerak akibat proses perolakan di lapisan dalaman Bumi. Tenaga janaan hasil pecahan teras radioaktif di pusat Bumi dibawa keluar melalui fenomena yang dipanggil perolakan. Dalam proses ini magma bergerak kepermukaan, batuan tersebut menjadi sejuk dan turun semula kedalam. Pergerakan bahan-bahan tersebut di lapisan Astenosfera menyebabkan plet bergerak di lapisan Litosfera yang juga dikenali sebagai plet tektonik. Sebagai contoh, ia telah menyebabkan perpisahan benua Amerika Selatan dari benua Afrika dengan kelajuan tiga sentimeter setahun.

Plet tektonik ini telah bertanggung-jawap dalam kebanyakan pembentukan geologi di Bumi. Oleh yang demikian, akibat perlanggaran dua plet, satu banjaran terbentuk. Perlanggaran antara plet yang membawa India dan China telah menghasilkan banjaran gunung Himalaya. Subduksi berlaku bila satu plet terbenam kebawah satu plet yang lain dan meninggalkan satu kesan yang sama. Sebagai contoh, Subduksi telah menghasilkan banjaran gunung Andes.

Satu daripada kesan-kesan plet tektonik yang paling penting ialah pembaharuan permukaan Bumi. Di tengah lautan Atlantik terdapat satu siri puncak yang dipanggil Oceanic Ridge. Di sini, rekahan dua plet-plet membolehkan magma di lapisan bawah timbul kepermukaan. Fenomena bertentangan pula berlaku di kawasan Subduksi dimana plet di lapisan atas terbenam semula kebahagian dalaman. Kedua-dua fenomena ini membolehkan lapisan tersebut bergerak ke permukaan Bumi sebelum terbenam semula ke bahagian dalaman dalam jangka masa beratus juta tahun. Akibatnya, terjadilah pembaharuan permukaan yang berterusan yang tidak berlaku dimana-mana planet yang lain di dalam Sistem Suria kita. Ini dapat menjelaskan terutamanya persoalan kenapa walaupun Bumi mengalami hentaman meteorit yang kuat pada masa dulu, kesan kawah hentaman tersebut sukar didapati di permukaan Bumi pada masa sekarang ini.

Hasil sampingan fenomena tersebut ialah kestabilan kuantiti gas karbon-dioksida di dalam udara kita. Hujan dengan senangnya boleh meyerap karbon-dioksida di dalam udara dan menhalir ke dalam Bumi dalam bentuk karbonat atau dihalirkan kelaut. Jika tidak disebabkan oleh aktiviti volkano yang mengeluarkan kembali karbon-dioksida tersebut keudara, kesan Greenhouse Effect akan menurun ketahap yang amat rendah menyebabkan suhu juga menurun seperti yang terjadi di permukaan Marikh. Pengeluaran semula gas karbon-dioksida yang terperangkap di dalam lava volkano kedalam atmosfera kita membolehkan kuantiti gas ini menjadi stabil dan suhu menjadi sederhana.

Sabtu, 19 Januari 2008

Menggali Rahasia Mantel Bumi

Akhir September 2007 , sekelompok ilmuwan internasional dari Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa akan melakukan penggalian pertama kalinya ke mantel bumi. Mata bor akan menerabas kerak bumi dan untuk pertama kalinya menembus lapisan mantel, yang selama ini belum terjamah. Penggalian akan dilakukan menggunakan kapal pengeboran laut dalam Chikyu, yang ditargetkan bisa menembus sampai kedalaman 7.000 meter.

Pengeboran jauh ke dalam kerak bumi bukan perkara mudah. Salah-salah mata bor justru menembus batuan leleh panas atau ladang minyak dan gas. Para ilmuwan internasional yang tergabung dalam proyek ini memang tak mencari sumber minyak apalagi gas bumi, tapi lumpur.

Tapi lumpur yang dicarinya bukan sembarang lumpur, seperti yang menyembur di proyek PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo. Mereka mengincar lumpur dan inti batuan dalam, yang diharapkan bisa menyediakan petunjuk kondisi iklim di muka bumi selama ratusan bahkan jutaan tahun.

Batuan dan lumpur dari mantel bumi itu juga akan dianalisis untuk mencari tanda-tanda kehidupan. Seperti kita tahu, beberapa jenis bakteri mikroskopik bisa hidup pada temperatur tinggi yang ditemukan di sekitar sumber air panas. Jika bakteri semacam itu benar-benar ditemukan di kedalaman kerak dan mantel bumi, ada kemungkinan mereka mempunyai enzim yang tahan temperatur panas.

Tentu bukan cuma lumpur yang akan diperoleh dalam Nankai Trough Seismogenic Zone Experiment itu. Pengeboran ke mantel bumi ini diharapkan bisa memantau pergerakan lempeng Filipina dan Eurasia yang berada di bawah kepulauan Jepang.

Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC), yang menjadi pemimpin proyek bernilai ratusan juta dolar itu, menyadari risiko misi tersebut. Sampai saat ini, lubang pengeboran terdalam yang pernah dilakukan barulah mencapai 2,1 kilometer, sepertiga dari target yang harus dilakukan Chikyu.
Diperkirakan Chikyu harus mengebor selama setahun sebelum bisa melubangi mantel bumi. Namun, bila misi berhasil, pengeboran terapung di atas kapal seberat 57.500 ton itu akan mengambil sampel pertama dari kerak bumi. "Ini seperti proyek Apollo, tapi di bawah tanah," kata peneliti Kan Aoike. "Sebuah upaya serius untuk melengkapi eksplorasi kunci bagi umat manusia."

Chikyu, yang berarti bumi dalam bahasa Jepang, akan memulai pengeborannya pada 21 September mendatang di Palung Nankai di Samudra Pasifik. Palung itu adalah lapisan kerak bumi paling tipis dibanding kawasan sekitarnya.

Satu tantangan yang harus diatasi oleh Program Pengeboran Samudra Terpadu itu adalah menembus "Moho", daerah perbatasan yang secara formal dikenal sebagai Mohorovicic discontinuity. Daerah ini menandai pemisahan antara kerak bumi terluar yang rapuh dan mantel bumi yang lebih lunak serta panas. Kerak bumi membentuk lapisan tipis terluar yang membungkus bumi. Bagian ini terdiri atas batuan padat dengan tebal sekitar 72 kilometer di bawah benua. Namun, di bawah samudra, tebalnya kurang dari 8 kilometer. Bersama lapisan mantel terluar yang lebih tebal dan solid di bawahnya, kerak bumi ini terpecah jadi lempengan-lempengan besar yang bergerak amat pelan. Gerakannya mungkin mirip rakit hanyut di atas lapisan mantel cair di bawahnya.

Batuan mantel di bagian bawah memang selalu berada dalam kondisi cair karena tekanan dan temperatur tinggi di perut bumi. Pergerakan lempeng ini biasanya amat lambat, sekitar 5 sentimeter per tahun. Meski demikian, pergerakan semacam ini bisa menghasilkan formasi pegunungan, sampai memicu gempa bumi dan erupsi gunung berapi di bagian tepi lempeng.

Nah, pergerakan lempeng inilah yang menarik minat JAMSTEC, lembaga riset kelautan Jepang. Apalagi negara itu berada di salah satu zona gempa paling aktif, yaitu Palung Nankai, sehingga kerap diguncang gempa di atas magnitudo 8.

Presiden JAMSTEC Yasuhiro Kato menyatakan bahwa upaya memprediksi dan memahami fenomena perubahan iklim, yang dipicu bencana alam dan kerusakan lingkungan, telah menjadi isu penting pada abad ini. "Kami menganggap bumi sebagai sebuah sistem unik yang amat dipengaruhi laut," kata Kato.

Untuk mengemban tugas ini, JAMSTEC melengkapi Chikyu dengan berbagai teknologi paling modern. Alat bor yang dibawanya menggunakan teknologi yang biasa dipakai industri minyak. Bor ini dilindungi oleh pipa kedua yang diisi dengan lumpur sebagai pelumas. Pipa ini memiliki besar yang pas dengan diameter pipa bor dan berfungsi mengeluarkan serpihan batu dan tanah dari lubang.

Sebuah katup pelepas tekanan berfungsi mencegah semburan yang terjadi jika bor mengenai deposit minyak atau gas bertekanan tinggi. Jika semburan terjadi, kapal bisa tenggelam, bahkan ledakan dan kebakaran hebat.

Yang paling penting, kapal itu juga dilengkapi sistem dynamic positioning, mekanisme penentu lokasi yang dipandu satelit. Sistem ini bisa mengoreksi posisi kapal terhadap angin, gelombang, dan arus dengan enam mesin pendorong yang menjaga kapal tetap pada tempatnya. Pergeseran kapal sedikit saja akibat gelombang atau arus bisa membuat pipa bor menjadi bengkok.

Dalam proyek selama 10 tahun itu, JAMSTEC didampingi oleh tim ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa. Selain riset tentang pergerakan lempeng tektonik, ada sejumlah tugas lain yang harus dikerjakan para ilmuwan tersebut, termasuk upaya menemukan kehidupan baru dan potensi menyelamatkan umat manusia.

Setelah Chikyu sukses membuat lubang pengeboran sampai ke mantel bumi, sejumlah sensor diletakkan ke dalamnya untuk memantau pergerakan lempeng. Tujuannya jelas untuk memprediksi kapan dan di mana gempa akan mengguncang dan mengevakuasi penduduk dari daerah bencana. Metode tercanggih yang ada sekarang ini hanya bisa memberikan peringatan akan adanya gempa beberapa menit sebelum bencana itu terjadi.

Asahiko Taira, direktur jenderal proyek itu, berharap misi ini bisa membantu ilmuwan meramalkan gempa bumi. "Buat Jepang, hal terpenting adalah mengebor dan menembus daerah tempat tumpang tindih antarlempeng sehingga kami bisa memonitor gempa secara langsung," katanya.

Taira menyatakan lantai samudra di pantai barat Sumatera, yang memicu gempa dan tsunami pada Desember 2004, bisa menjadi lokasi pengeboran berikutnya pada masa depan.

Powered By Blogger